"STIGMA dan DISKRIMINASI terhadap PASIEN TB"

Stigma adalah sikap atau attitude negatif yang terkait dengan keyakinan atau pengetahuan seseorang atau kelompok atas dasar karakteristik sosial yang dirasakan berbeda dari norma-norma budaya mereka. Stigma kemudian ditempelkan kepada orang tersebut oleh masyarakat yang lebih besar. Stigma bisa memunculkan tindakan diskriminasi.

Diskriminasi adalah perilaku (action) yang dilakukan karena pandangan orang atau kelompok terhadap orang yang dianggap hina, tidak baik, yang dikhawatirkan akan membawa akibat buruk.
Stigma konon berasal dari bahasa Yunani, yang berarti tanda atau tatto yang dibakar ke dalam kulit penjahat, budak, penghianat sebagai tanda bahwa orang tersebut harus dijauhi

Bentuk-bentuk stigma sosial:

Stigma lahir dari persepsi benar atau salah. Berikut ini macam-macam bentuk stigma sosial :
  1. Stigma nyata/ langsung/ terang-terangan, misalnya : ditujukan kepada orang-orang  cacat fisik (bekas luka iris, luka bakar), manifestasi fisik dari anorexia, cacat sosial (obesitas, kurus), orang sakit (kusta, HIV-Aids, TB dll).
  2. Stigma dalam penyimpangan sifat-sifat pribadi, misalnya : ditujukan kepada pecandu obat-obatan, alkohol, cacat mental, penyimpangan sexual, identitas gender, latar belakang kriminal dan lain-lain.
  3. Tribal stigma, misalnya ditujukan kepada sifat-sifat khayalan atau nyata dari sekelompok etnis, bangsa, agama yang dianggap sebagai penyimpangan dari etnis yang berlaku normatif, misalnya : warna kulit, pendidikan, kebangsaan, etnis, agama dan lain-lain.

__________________________________________________________________________________
**********************************************************************************


Beberapa efek berbahaya dari  stigma adalah :

  1. Merubah perilaku orang yang dituduh. Label negatif yang disematkan kepada orang tersebut tidak hanya merubah perilaku tetapi membentuk emosi dan keyakinan sehinggga orang itu mulai bertingkah dengan cara stigmatized (seperti label yang telah disematkan).
  2. Mengakibatkan depresi.
  3. Takut
  4. Ragu dan malu
  5. Rendah diri
  6. Menutup diri dari lingkungan pergaulan.
  7. Putus asa
  8. Berpengaruh kepada keluarga. Keluarga jadi ikut-ikutan memberi stigma kepada pasien TB.
  9. Membiarkan epidemi penyakit TB tetap hidup.

Stigma yang ada di masyarakat menimbulkan diskriminasi. Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mempengaruhi orang/lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan statusnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma terhadap pasien TB biasanya berkaitan dengan TB sebagai penyakit menular, susah disembuhkan, penyakit orang miskin, penyakit guna-guna, penyakit keturunan, penyakit kutukan, ketiadaan obat, penyebab kematian.

Bentuk-bentuk diskrimasi terhadap pasien TB :


  1. Pengabaian
  2. Perbedaan perlakuan
  3. Penolakan pada pengobatan
  4. Tes dan pengungkapan status tanpa persetujuan
  5. Penghindaran Pengusiran serta Pengasingan
  6. Prosedur pengendalian infeksi yang tidak terjamin
  7. Menghakimi berdasarkan moralitas
  8. Bullying, kekerasan fisik, pelecehan.
  9. Tidak di dukung oleh keluarga, rekan kerja, teman.
  10. Dipecat dari tempat ia bekerja.

Perilaku "diskriminatif" berdampak buruk dalam mencari pengobatan, yaitu mencakup penghindaran untuk mendapat layanan pencegahan penyakit, tes, dan pengobatan. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemi TB. Stigma merupakan harga mati bagi kesehatan seseorang dan kesehatan masyarkat. Mereka menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan memelihara kebisuan dan penolakan

Kemudian apa yang harus dilakukan penderita TB menghadapi stigma sosial ?

  1. Belajar untuk bisa menerima keadaan. Jangan biarkan stigma menjadikan penderita selalu menyalakan diri sendiri dan malu. Stigma bersumber dari informasi yang salah. Stigma hanya menjudge tanpa memberikan solusi kepada orang yang dijudge. oleh karena itu sebaiknya selalu berpikir positif, jadikan stigma dan diskriminasi sebagai acuan untuk selalu mawas diri dan berhati-hati, karena memang kenyataannya adalah TB merupakan penyakit menular, juga sangat mudah terinfeksi dengan penyakit berat lainnya (seperti TB dengan HIV-AIDS, malnutrisi, Diabetes) dan yang lebih berbahaya lagi dapat meimbulkan kematian disamping itu penyebaran TB sangat cepat melalui udara  dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain. Seyogyanya penderita  peduli terhadap penularannya terhadap orang lain. Oleh karena itu penderita wajib senantiasa menggunakan masker, serta rajin cuci tangan dengan sabun antiseptik serta biasakan untuk membuang kertas tissue bekas penutup mulut ke tempat sampah, Jangan membuang ludah/riak semarangan. Bila penderitanya peduli, maka saya yakin masyarakatnyapun menghargai ia sebagai orang sakit yang harus diberi kesempatan hidup.
  2. Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang penyakit TB dari sumber yang terpercaya.  Informasi yang akurat dari sumber yang terpercaya dapat mematahkan stigma negatif yang beredar. Sesungguhnya stigma negatif yang muncul tidak berdasar, disamping juga karena masyarakatnya tidak tahu tentang penyakit TB, maka muncullah dugaan negatif tentang penyakit TB.
  3. Cari pertolongan sesegera mungkin dengan cara segera pergi ke tempat-tempat layanan kesehatan untuk diperiksa dan diobati.  Pengobatan adalah solusi untuk memperbaiki keadaan serta meningkatkan mutu hidup. Bila dilakukan sedini mungkin maka pengobatannya juga akan mudah dan cepat. Tetapi bila terlambat melakukannya apa yang terjadi?  Maka terlanjur menularkan penyakitnya kepada orang lain. Disamping itu juga pengobatannya jadi sulit karena terlanjur penyakitnya kebal terhadap obat anti TB. Kalau sudah demikian mau tidak mau  terapi pengobatannya jadi lebih lama yaitu dua tahun dan obat-obatan yang diminum adalah obat-obatan TB golongan dua yang harganyapun lebih mahal. Nah pilih yang mana? Pastinya yang cepat dan harganya murah kan. Kalo begitu segeralah berobat. Jangan biarkan takut dan malu menghalangi langkah untuk berobat.
  4. Membuka diri, jangan menutup diri. Sakit TB tentu membuat semua orang shock berat, mengingat beban kesakitan juga beban biaya yang tidak murah, belum lagi stigma negatif yang terlanjur beredar di masyarakat. Bagaimana menghadapi semua ini bila sendirian? Tentunya amat berat ya, bila harus memikul beban ini sendirian. Oleh karena itu penderita disarankan agar mau berbagi dengan orang terdekat. Dukungan moril, dan spiritual dari orang-orang dekat sangat dibutuhkan untuk mempercepat kesembuhan.
  5. Aktif dalam organisasi atau gerakan TB di daerahnya masing-masing. Pasien TB dan mantan pasien TB, diharapkan dapat memberi kontribusinya secara aktif. Aktifnya mereka sebagai kader  TB, baik itu sebagai informan TB maupun sebagai penemu pasien TB, secara langsung dapat memperbaiki stigma negatif pada dirinya untuk mendapatkan harga dirinya kembali. Disamping itu juga gerakan yang bersumberdaya dari masyarakat dalam pembangunan kesehatan ini dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperanserta secara aktif mengatasi masalah-masalah kesehatan umumnya dan TB khususnya sehingga dengan pemahaman yang mereka miliki dapat secara langsung membuat masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya kemandirian akan kesehatan personal serta seluruh masyarakat. Hal ini jelas mengedukasi mesyarakat luas bahwa stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB tidak perlu terjadi tetapi meningkatkan kewaspadaan akan penyakit TB dan perlunya menjaga kesehatan serta kebersihan lingkungan secara bergotong royong merupakan wujud nyata kalau sebenarnya perlu tindakan cepat dan penanganan yang serius terhadap penyakit TB bukannya membuat stigma dan diskriminasi yaaa...


Diskriminasi terhadap penderita TB saat ini sudah sangat berkurang dibandingkan pada tahun 1970. Penyebabnya adalah :

  1. Ditemukan obat TB kategori I (Ethambutol, Pirazinamid, Izoniasid, Ripamfizin). Dengan ditemukannya obat anti TB, maka akan mematahkan persepsi penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
  2. Makin meratanya layanan terhadap pasien TB hampir di seluruh puskesmas di tingkat kecamatan di seluruh Indonesia. Alat diagnostic TB ( alat untuk mendiagnosa penyakit TB) diusahakan tahun 2014 tersebar di setiap kecamatan di seluruh Indonesia. Stigma negatif kepada pasien TB biasanya terdapat di daerah yang  daerahnya terputus, jauh dari kota, pedalaman, daerah terpencil, yang jauh dari akses kesehatan, yang internet pun belum masuk. Dengan adanya alat ini di hampir setiap kecamatan, diharapkan memudahkan masyarakat daerah terpencil menjangkau akses layanan kesehatan, membantu masyarakat daerah terpencil untuk dengan sadar pergi berobat. Layanan kesehatan yang mudah di jangkau, biaya transportasi yang murah, biaya obat-obatan TB gratis di puskesmas adalah bentuk keseriusan pemerintah dalam menangani kasus TB. Dengan demikian orang yang sakit jadi sadar dan bersemangat  untuk sembuh. Nah kalau pemerintahnya aja serius dan peduli untuk memberantas TB,  masyarakat pun jadi percaya kalau ternyata TB adalah penyakit yang harus ditangani secara profesional  !! bukan dengan cara stigmatized  lho...
  3. Penyuluhan TB harus menyeluruh ke semua lapisan masyarakat. Harapannya seluruh masyarakat Indonesia dari kota hingga desa terisolir, dari pejabat hingga masyarakat bawah mendapatkan informasi tentang penyakit TB. Bagaimana cara untuk informasi dapat tersebar?  Bisa lewat media online (internet), lewat poster kesehatan yang ditempel di seluruh instansi pemerintah / swasta, di tempat-tempat layanan masyarakat (Puskesmas, terminal bus, bioskop, stasiun kereta api, bandara dan lain sebagainya). Dan untuk masyarakat yang tidak terjangkau akses informasi, maka harus ada upaya lebih yaitu mendatangi masyarakat tersebut. Siapakah mereka? Biasanya mereka berada di daerah terisolir, masyarakat ekonomi rendah. Nah puskesmas kecamatan sebagai pemegang mandat penyelenggara kesehatan di tingkat bawah harus dapat menggawangi setiap kegiatan yang melibatkan masyarakat luas di daerahnya terutama kecamatan dengan kantong TB yang tinggi. Siapa saja tenaga pelaksana pos kesehatan desa? tenaga medis dan para kader (para kader berasal dari masyarakat binaan) sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas kesehatan secara sederhana. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa dengan memanfaatkan kelompok-kelompok kesehatan yang telah terbina dengan baik lebih memudahkan dalam upaya pengendalian TB, terutama dalam hal penyebaran informasi secara benar dan akurat. Selain itu dapat meningkatkan kesedaran penderita TB untuk mendapatkan pengobatan sedini mungkin hingga tuntas, juga memberi manfaat bagi masyarakat secara keseluruhannya untuk ikut berperan aktif mendukung upaya pemerintah memberantas TB hingga tuntas. Masalah TB bukan saja masalah kesehatan belaka tetapi juga merupakan masalah lingkungan dan pola perilaku. Dan kenyataannya  kelompok kesehatan desa ini sangat efektif dan tepat sasaran bisa dimanfaatkan untuk memberantas penyakit TB karena melibatkan masyarakat itu sendiri. Harapannya seluruh masyarakat Indonesia seluruhnya teredukasi dengan baik. Dengan demikian tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit TB semakin baik sehingga masyarakat secara sadar mau dan langsung pergi ke tempat layanan kesehatan bila kedapatan gejala penyakit TB. Juga dapat turut menyebarkan informasi TB kepada orang lainnya.

Bila pengetahuan masyarakat tentang TB baik, maka :

  1. Karena sudah memiliki pengetahuan, maka stigmatisasi menurun dan otomatis diskriminasi pun menurun.Kemudian disusul dengan berkurangnya perbedaan perlakuan, penolakan dan pembatasan terhadap pasien sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien TB baik jasmani, rohani dan sosial.
  2. Masyarakat dapat melaksanakan sendiri perilaku hidup sehat yang tidak beresiko tertularnya penyakit/ menularkan penyakit kepada orang lain
  3. Orang tidak takut lagi minta  ditest /  untuk mengetahui status hasil test TB nya, positive atau negative. Karena dengan demikian bila status penyakitnya sudah diketahui maka ia dapat mengambil langkah-langkah terbaik untuk segera melakukan pengobatan.
  4. Pasien dalam menjalani pengobatannya diharuskan untuk taat minum obat secara ketat dan disiplin (tanpa melewatkan 1 hari pun) hingga sembuh (dinyatakan hilang kuman TB nya oleh dokter yang merawatnya). Bila pasien sembuh berarti ia memiliki umur meningkat serta kualitas hidup yang baik. Kondisi buruk dan kematian yang merupakan pencetus stigma dapat dipatahkan.TB

Stigma dan diskriminasi mengakibatkan dampak mengerikan bagi korbannya juga masyarakat luas. Jelas stigma melanggar hak azasi manusia dan menyebabkan gagalnya upaya-upaya pengendalian dan pemberantasan Penyakit TB. Kemudian bagaimana cara kita  menentang "STIGMA" ?
Adalah tanggungjawab bersama dalam menciptakan lingkungan sosial yang sehat, tanpa melabeli atau menjudge maupun melakukan tindakan diskriminatif terhadap pasien TB.

Berikut  adalah cara menentang stigma dan diskriminasi , yaitu :

  1. Sebarkan informasi yang akurat dari sumber terpercaya tentang TB di media sosial dan masyarakat luas akan mempercepat penghapusan stigma dan diskriminasi. Misalnya di sekolah, tempat kerja, rumah sakit, puskesmas, terminal, stasiun kereta api, bandara dan lain-lain tempat umum dengan cara dalam bentuk poster, atau saya blogger turut aktif menuliskan informasi tentang TB di blog saya supaya meninggalkan rekam jejak informasi kepada masyarakat tentang penyakit TB. Dan masih ada banyak cara lain yang disesuaikan dengan profesi Anda yang bisa digunakan untuk turut serta berperan aktif dalam kampanye ini.
  2. Berani menyuarakan protes ketika media, kolega, teman maupun keluarga ada yang menampilkan stereotip negatif.
  3. Tidak melabeli atau menghakimi penderita TB, tetapi sebaliknya harus membantu dan mendukung pasien TB untuk segera mendapatkan pengobatan hingga sembuh.
  4. Beri dukungan dan motifasi kepada pasien TB selain untuk sembuh, ajak pasien untuk bisa berkontribusi ikut bergabung di kelompok kesehatan daerah. Karena kesibukannya dapat melupakan sakitnya, mempunyai banyak teman senasib, menyebarkan informasi TB dan membantu orang yang juga menderita TB untuk sembuh ke masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat tersebut pasien TB mendapatkan harga dirinya kembali.
  5. Tidak membedakan pasien TB di tempat-tempat layanan kesehatan, sekolah, tempat kerja dan lain-lain. Tetapi sebaliknya memperlakukan pasien TB sama dengan yang lainnya secara manusiawi dan bermartabat. Dengan demikian berarti kita memberi peluang kepada pasien untuk mendapatkan pengobatan, sembuh total, bisa kembali beraktifitas seperti sedia kala, tidak dibedakan.

    Sebagian masyarakat memperlakukan para penderita TB dengan mengucilkan, menjauhi dan lain sebagainya. Stigma negatif yang disematkan kepada penderita TB harus segera diakhiri dan dihilangkan. Stigma dan diskriminasi mengakibatkan dampak mengerikan bagi korbannya juga bagi masyarakat itu sendiri karena dengan demikian telah membiarkan penyakit menular dan berbahaya tinggal dan menetap siap untuk menularkan kepada orang lainnya. Stigma dan diskriminasi membiarkan epidemi penyakit TB tetap ada. Mengapa juga harus melabeli penderita TB?. Tahukah Anda TB bukan penyakit guna-guna tetapi penyakit TB dapat diobati dan disembuhkan. Diskriminasi hanya akan membuat penderita sakit parah atau menemui ajalnya sebelum mendapat pertolongan dan bahayanya lagi dapat menularkan penyakitnya kepada orang-orang di sekitarnya, juga menularkan penyakitnya kepada Anda atau kepada keluarga Anda.  Ingat !!! satu orang penderita bisa menularkan kepada 10 orang lainnya tiap hari. Keadaan tersebut jika dibiarkan seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja jika tidak bertindak cepat. Mengucilkan dan menjauhinya hanya akan menambah beban kesakitan dan beban ekonomi (tidak bagi penderitanya saja tetapi juga menjadi tambahan beban keluarga dan negara meningkat) juga beban epidemi penyakit TB. Oleh karena itu masyarakat harus mendukung para penderita TB agar menjalani terapi pengobatannya secara rutin ketat dan konsisten hingga sembuh. Bukan mengucilkannya.  Beban penyakitnya saja sudah membuat penderita berat apalagi bila ditambah beban sosial. Penderita TB sangat membutuhkan dukungan dan partisipasi dari banyak pihak. Dukungan moril dan spiritual dari keluarga dan lingkungan sekitarnya dapat mempercepat proses penyembuhan. Sembuhnya satu penderita TB berarti dalam menyelamatkan masyarakat banyak. Tahukah Anda .. TB dan beban yang menyertainya adalah tanggungjawab kita semua. Beban TB yang tinggi bisa berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat juga negara. Kapan negara Indonesia bisa menjadi negara maju? bila beban TB nya saja masih tinggi. Stigma dan diskriminasi sangat berbahaya, kejam, tidak manusiawi dan sangat tidak barmanfaat. Lebih baik berperan aktif di gerakan nol "STIGMA dan DISKRIMINASI" untuk menyebarkan informasi peduli TB Ayo bersama kita kampanyekan sesuai kemampuan dan profesi masing-masing. Sudahkah anda berbuat untuk kepedulian TB? Menuju Indonesia bebas TB 2050.





                     
                      ______________________________________________________________________________________
         



    Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog
    Temukan dan Sembuhkan TB seri 8 : Stigma dan Diskriminasi terhadap pasien TB

    Sumber referensi :

    http://www.stoptbindonesia.or/
    http://www.tbindonesia.or.id/
    http://www.depkes.go.id/
    http://www.who.int/en/
    http://www.pppl.kemkes.go.id/
    http://www.cdc.gov/

    1 comments: